Thursday, July 15, 2010

Pemikiran labil si calon istri

Kemarin, teman saya bercerita dirinya akan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studi S2, dapet beasiswa pula. I'm happy for him, i really do. Tapi, sampai rumah ada tanda tanya besar dalam hati saya.

Saya koq masih disini-sini aja ya?

Saya selalu bercita-cita ingin melihat dunia. Saya ingin menjadi bagian dari international society. Saya ingin belajar pada ahlinya para ahli. Saya rindu menjadi kecil, menyadari ternyata di atas saya banyaaaakkk sekali orang-orang hebat. Dan saya kangen travelling. Bawa-bawa koper sepanjang jalan, ngejar kereta, mencoba membaca peta dan tertawa konyol karena salah arah, makan sandwich di taman, tidur di youth hostel rame-rame yang alamak mahalnya kalo dikurs ke rupiah.
Di usia saya yang hampir seperempat abad ini, ternyata saya masih disini-sini saja.

Terus kapan dong Rien?



Pertanyaan lain yang bikin kepala saya senat-senut. Tahun depan saya akan menikah, setelah itu saya menjadi istri, dan mudah-mudahan menjadi ibu. Gak bisa lagi seenaknya ngisi application form di internet, ngurus visa, trus pergi seenak udel.

Lalu saya makin depresi. Saya tidak mau mimpi-mimpi saya pribadi terkubur diantara mimpi-mimpi kami berdua. Saya pernah menonton Oprah, menceritakan tentang banyaknya wanita yang kehilangan jati dirinya dalam pernikahan mereka. Mereka hanya menjadi Mrs. X, atau Mamanya si Y.Saya bahagia akan menjadi istri dari Abang, dan akan sangat bahagia sekali kalau suatu saat nanti Tuhan mempercayakan kami untuk memiliki anak. Tapi saya tidak mau membuat kedua hal itu menjadi alasan untuk tidak mewujudkan mimpi-mimpi saya.

Saya ingin sekolah, saya ingin melihat dunia, saya ingin eksis. *dasar banci tampil* Hmm.. sebenarnya saya siap gak sih menikah? Koq egois sekali ya. Tidak, saya bukan egois, ini pembelaan diri saya: Jangan lupa, suatu hubungan itu bukan hanya terdiri dari "kita". Tapi ada "aku" dan "kamu". Semua hal itu harus berada dalam porsi yang seimbang. thats what i call mutual relationship.

Saya juga tidak mau dan insyaAllah tidak akan menghalangi pasangan saya meraih goal-goal dalam hidupnya, yang mungkin telah dia canangkan jauh sebelum bertemu saya. Dan saya sangat sadar, keputusan kami menikah ini akan mengubah beberapa prioritas dalam hidup kami, dan saya akan belajar ikhlas menerimanya, saya yakin Abang juga akan begitu, dan akan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan dengan cara terbijak yang kami bisa. Saya juga, mudah-mudahan, tetap bisa melihat abang sebagai sesosok pribadi yang merdeka, selain sebagai partner saya, dan kepala keluarga kami nantinya.

Saya sangat bersyukur, memiliki pasangan yang gaya berpikirnya agak-agak aneh juga seperti saya. (love u Abang :)) Saat ini kami berdua berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kami masing-masing. Abang, dengan residensi bedah mulutnya. Dan cita-cita saya untuk sekolah, yang mungkin akan membuat kami harus berjauhan.

Doakan kami ya, semoga kami berdua bahagia sebagai Irien, Abang, dan sebagai sebuah keluarga :)

0 comments:

Post a Comment